1. Sejarah Pertumbuhan Koperasi di Indonesia
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya
berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di
Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan
usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan
iklim lingkungannya. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria
Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak
dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di
samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh,
maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang
sebenarnya.
Selanjutnya Boedi
Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk
keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911
juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari
dengan cara membuka toko-toko koperasi. Akan tetapi, hal ini ditentang oleh
pihak kolonial Belanda yang saat itu menguasai Indonesia. Pemerintah Belanda
terlalu mengekang agar pertumbuhan koperasi tidak terlalu pesat. Jika
pertumbuhan koperasi terlalu pesat, bisa dikhawatirkan Indonesia tidak bisa
menjadi negara jajahannya kembali. Oleh karena itu pemerintah kolonial
mengeluarkan undang-undang untuk mempersulit pembentukan koperasi di Indonesia.
Karena sebab itulah pertumbuhan koperasi pada masa itu tidak bisa sepesat saat
ini.
Untuk menggiatkan
pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan
tugas:
§ Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan.
§ Dalam rangka peraturan koperasi No. 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi, serta memberikan penerangannya.
§ Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan, pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan.
§ Penerangan tentang organisasi perusahaan.
§ Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia.
(Raka, 1981)
§ Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan.
§ Dalam rangka peraturan koperasi No. 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi, serta memberikan penerangannya.
§ Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan, pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan.
§ Penerangan tentang organisasi perusahaan.
§ Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia.
(Raka, 1981)
Pada masa
pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah
“Kumiai”. Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan
masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Akan
tetapi Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala
tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya, yaitu untuk memenangkan perang
Asia Timur Raya melawan Sekutu. Sehingga koperasi saat itu hanya sebagai alat
untuk mengumpulkan material dan persiapan perang. Peranan koperasi sebagaimana
dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut
sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.
2.
Perkembangan Koperasi di Indonesia Sampai Saat Ini
{ Masa Setelah Kemerdekaan (Orde Lama)
Sejak masa kemerdekaan, koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik karena adanya dukungan dari pemerintah terutama Drs. Moh. Hatta selaku wakil presiden saat itu. Selain itu, ditetapkan pula undang-undang yang mengatur tentang perkoperasian, yaitu Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan pula bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi.
{ Masa Setelah Kemerdekaan (Orde Lama)
Sejak masa kemerdekaan, koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik karena adanya dukungan dari pemerintah terutama Drs. Moh. Hatta selaku wakil presiden saat itu. Selain itu, ditetapkan pula undang-undang yang mengatur tentang perkoperasian, yaitu Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan pula bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi.
Dengan adanya
dukungan yang positif dari pemerintah Indonesia masa itu, maka pada akhir 1946,
Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500
buah koperasi di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan awal perkembangan yang
sangat baik bagi koperasi di Indonesia. Dan juga pertumbuhan koperasi ini dapat
membantu perbaikan ekonomi Indonesia yang saat itu belum kuat karena baru
terlepas dari penjajahan bangsa asing.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi yang pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dalam kongres tersebut menghasilkan keputusan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI); menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi, serta menganjurkan diselenggarakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat secara umum. Setelah diadakan kongres itu, pertumbuhan koperasi di Indonesia semakin meningkat pesat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi yang pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dalam kongres tersebut menghasilkan keputusan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI); menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi, serta menganjurkan diselenggarakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat secara umum. Setelah diadakan kongres itu, pertumbuhan koperasi di Indonesia semakin meningkat pesat.
Setelah
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah
semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian. Hal ini terbukti
dengan adanya pergantian kabinet-kabinet yang kebijakannya selalu mendukung
koperasi agar semakin berkembang. Sehingga sejalan dengan kebijaksanaan
Pemerintah tersebut, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik
organisasi maupun usahanya.
Lalu pada tanggal
15 sampai 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di
Bandung. Kongres kedua ini menghasilkan keputusan antara lain merubah Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia
(DKI). Selain itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi serta
mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di provinsi-provinsi seluruh Indonesia.
Keputusan yang lain ialah penyampaian saran kepada Pemerintah agar segera
diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta
sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tanggal 1
sampai 5 September tahun 1956, diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di
Jakarta. Keputusan kongres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan International Cooperative Alliance (ICA).
Menyusul
dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tahun 1959, mempunyai dampak terhadap
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Undang-Undang
tersebut kehilangan dasar dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD
1945. Sehingga dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang
Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan itu membawa konsep pengembangan
koperasi secara seragam, dan dikeluarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
a. Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil dan makmur yang demokratis;
b. Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan Gerakan Koperasi, dan;
c. Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalisme, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang sebenarnya (Sularso 1988).
a. Menyesuaikan fungsi koperasi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol RI tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi diberi peranan sedemikian rupa sehingga kegiatan dan penyelenggaraannya benar-benar dapat merupakan alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia, sendi kehidupan ekonomi bangsa Indonesia dan dasar untuk mengatur perekonomian rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil dan makmur yang demokratis;
b. Bahwa pemerintah wajib mengambil sikap yang aktif dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan Gerakan Koperasi, dan;
c. Bahwa dengan menyerahkan penyelenggaraan koperasi kepada inisiatif Gerakan Koperasi sendiri dalam taraf sekarang bukan saja tidakk mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalisme, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang sebenarnya (Sularso 1988).
{ Orde
Baru
Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1966 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. Menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. Menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemurniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan-ketetapan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hukum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani”.
Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1966 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. Menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. Menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemurniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan-ketetapan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hukum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani”.
Namun perkembangan
koperasi pada masa itu masih mempunyai kelemahan-kelemahan, terutama pada
bagian manajemen dan sumber daya manusia pada organisasinya karena koperasi
yang terbentuk adalah koperasi kecil yamg letaknya di pedesaan. Oleh karenanya,
untuk mengatasi kelemahan organisasi, maka sejak tahun 1972, dikembangkan
penggabungan koperasi-koperasi kecil menjadi koperasi-koperasi yang besar.
Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan koperasi-koperasi
yang yang ada dalam wilayah unit desa tersebut digabungkan menjadi organisasi
yang besar dan dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada akhirnya
koperasi-koperasi desa yang bergabung itu dibubarkan, selanjutnya BUUD menjelma
menjadi KUD (Koperasi Unit Desa). Karena secara ekonomi menjadi besar dan kuat,
maka BUUD/KUD itu mampu membiayai tenaga-tenaga yang cakap seperti manajer,
juru buku, juru mesin, juru toko dan lain-lain. Juga BUUD/KUD itu dipercayai
untuk meminjam uang dari Bank dan membeli barang-barang produksi yang lebih
modern, sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman (mesin gilingan padi, traktor,
pompa air, mesin penyemprot hama dan lain-lain). Ketentuan-ketentuan yang
mengatur tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi
Presiden No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi instruksi Presiden
No.2/1978 dan kemudian disempurnakan menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.
Pemerintah di
dalam mendorong perkoperasian di era Orde Bru telah menerbitkan sejumlah
kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di dalam pengembangan di
bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit
koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan pengembangan
perkoperasian.
Sejalan dengan
prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sektor
pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan
memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa
mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain. Adapun tujuan
pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang
memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan
keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat
melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani
perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
{
Reformasi
Era Reformasi ditandai dengan berhentinya pemerintahan Orde Baru dan krisis moneter pada tahun 1997. Krisis moneter masa ini mengakibatkan hancurnya sistem ekonomi terutama di Indonesia. Sehingga koperasi lebih mempunyai peranan pada masa ini. Namun perlu pula diadakan pembangunan untuk koperasi, karena inilah sumber ekonomi rakyat kecil. Pembangunan koperasi pada masa ini diarahkan kepada:
(1) Pemulihan produksi dan distribusi pangan.
(2) Memperbesar akses kredit.
(3) Penataan kelembagaan.
(4) Redistribusi aset.
(5) Membangun industri berbasis sumber daya.
(6) Ekonomi berbasis iptek.
(7) Operasional dari pembangunan tersebut dibuat program pemberdayaan koperasi dan UKM.
Era Reformasi ditandai dengan berhentinya pemerintahan Orde Baru dan krisis moneter pada tahun 1997. Krisis moneter masa ini mengakibatkan hancurnya sistem ekonomi terutama di Indonesia. Sehingga koperasi lebih mempunyai peranan pada masa ini. Namun perlu pula diadakan pembangunan untuk koperasi, karena inilah sumber ekonomi rakyat kecil. Pembangunan koperasi pada masa ini diarahkan kepada:
(1) Pemulihan produksi dan distribusi pangan.
(2) Memperbesar akses kredit.
(3) Penataan kelembagaan.
(4) Redistribusi aset.
(5) Membangun industri berbasis sumber daya.
(6) Ekonomi berbasis iptek.
(7) Operasional dari pembangunan tersebut dibuat program pemberdayaan koperasi dan UKM.
Pada tahun 1999
terjadi perubahan mendasar dalam pembangunan koperasi dari perubahan Departemen
Koperasi menjadi Menteri Negara Koperasi dan PKM. Perubahan ini bertujuan untuk
mengurangi peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi yang dinilai terlalu
dominan pada masa orde baru. Tugas Menteri Negara dalam pembangunan koperasi
adalah menjadi regulator, fasilitator, stabilisator, dan dinamisator.
Dalam perjalanan
kurang lebih dua tahun pembangunan Koperasi dan UKM masuk pada masa transisi,
pembinaan terhadap koperasi dianggap kurang memadai untuk mencapai visi dan
misi Menteri Negara Koperasi. Lalu pada Tahun 2001, pemerintah mendirikan Badan
Sumber daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (BPS-KPKM). Fungsi Badan ini
adalah untuk memberdayakan UKMK khususnya pengembangan usaha, pengembangan
sumber daya manusia dan peran serta masyarakat dan pengembangan permodalan dan
pengembangan investasi usaha.
Namun pada periode
tahun ini, perkembangan koperasi tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Penyebabnya antara lain:
(1) Akibat adanya kebijakan otonomi daerah, terjadi pembenahan struktur organisasi pembina di tingkat propinsi dan kabupaten. Pada propinsi tertentu Kanwil koperasi menjadi Dinas koperasi dan di propinsi lain ada yang digabungkan dengan beberapa Dinas.
(2) Pembangunan koperasi lebih fokus terhadap UKM, karena UKM dianggap sebagai katup pengaman pembangunan pada saat krisis.
(3) Citra koperasi kurang baik, karena pada periode 1997-1999 koperasi dijadikan alat politik salah satu partai dan koperasi mengalami tunggakan kredit KUT yang cukup besar.
(1) Akibat adanya kebijakan otonomi daerah, terjadi pembenahan struktur organisasi pembina di tingkat propinsi dan kabupaten. Pada propinsi tertentu Kanwil koperasi menjadi Dinas koperasi dan di propinsi lain ada yang digabungkan dengan beberapa Dinas.
(2) Pembangunan koperasi lebih fokus terhadap UKM, karena UKM dianggap sebagai katup pengaman pembangunan pada saat krisis.
(3) Citra koperasi kurang baik, karena pada periode 1997-1999 koperasi dijadikan alat politik salah satu partai dan koperasi mengalami tunggakan kredit KUT yang cukup besar.
Pada periode tahun
2001-2003, pembinaan koperasi berada pada kedudukan lembaga non pemerintah Non
Departemen (Keputusan Presiden No 103 Tahun 2001) yaitu Kementerian Koperasi
dan UKM. Pembangunan koperasi pada periode ini merupakan kelanjutan dari
pembangunan nasional tanpa BPS-KPKM. Pada masa ini program-program pokok
ditujukan dalam rangka melaksanakan lima pembangunan nasional, salah satunya
terkait dengan pembangunan ekonomi yaitu “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan
Memperkuat Landasan Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan berdasarkan
Sistem Ekonomi Kerakyatan”. Pendekatan strategis dalam propenas ditujukan
dengan mengutamakan langkah-langkah kebijakan dan program yang lebih menekankan
kepada pentingnya penguatan kelembagaan.
Pembangunan
koperasi di masa ini juga kurang dinamis. Karena di satu sisi fokus pembangunan
pada masa ini diutamakan kepada pembangunan UKM dan memberikan perkuatan kepada
Koperasi Simpan pinjam dan Unit simpan Pinjam didaerah sentra UKM, adanya
rencana untuk merubah Undang-Undang Koperasi No 25 Tahun 1995. Di sisi lain,
sejak adanya sinergi pemberdayaan antara koperasi dan UKM dalam pembangunan
sentra, Usaha Kecil Menengah mampu menjadi penyelamat dalam krisis ekonomi,
berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
3.
Koperasi di Era Globalisasi dan Upayanya Agar Dapat Berkembang
Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat be¬sar dari adanya globalisasi, karena pada dasarnya globalisasi akan selalu membawa pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan har¬ga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan per¬da¬gangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilih¬an barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara be¬bas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan un¬tuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluas¬nya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan mening-katnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Dalam hal ini Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat un¬tuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul aki¬bat perdagangan bebas.
Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat be¬sar dari adanya globalisasi, karena pada dasarnya globalisasi akan selalu membawa pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan har¬ga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan per¬da¬gangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilih¬an barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara be¬bas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan un¬tuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluas¬nya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan mening-katnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Dalam hal ini Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat un¬tuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul aki¬bat perdagangan bebas.
Dalam era
globalisasi akan banyak kita temui masalah-masalah serta tantangan dalam
pengembangan koperasi. Era globalisasi yang lebih terkenal cirinya dengan
individualisme tentunya akan mematikan langkah koperasi yang basic-nya adalah
kekeluargaan. Hal inilah yang sebenarnya merupakan masalah dan tantangan utama
koperasi di masa depan. Ketika tidak ada lagi asas kekeluargaan dan kepedulian
anggota kepada koperasinya, koperasi itu tidak bisa bertahan dan kemungkinan
akan hilang ditelan zaman yang menuntut kemandirian serta individualisme ini.
Sehingga orang-orang yang tidak punya kreativitas akan menjadi lebih
terbelakang.
Orang-orang pada
era liberalisasi ini secara garis besar lebih mengorientasikan diri pada
keuntungan semata, tanpa memikirkan orang lain. Padahal dalam koperasi,
anggotanya dituntut agar selalu bisa bekerjasama. Jika hal ini diterapkan dalam
koperasi, maka sudah dapat dipastikan koperasinya akan hancur. Diibaratkan
adanya suatu penyakit dalam suatu badan koperasi yang menggerogoti sedikit demi
sedikit sampai pada suatu kematian koperasi itu.
Sulitnya
memberikan kesadaran kepada anggota koperasi agar selalu bekerjasama, merupakan
sebuah masalah dalam tubuh koperasi itu sendiri. Karena kesadaran para anggota
merupakan komponen utama yang harus dimiliki, sehingga setiap anggota harus
memiliki tingkat kepedulian tinggi dalam hal kepemilikan koperasi. Oleh karena
itu, agar koperasi dapat maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman,
koperasi harus memperhatikan hal-hal yang tentunya sangat penting dalam
pengembangan koperasi. Hal-hal itu antara lain:
a. Perbaikan mutu sumber daya manusia
b. Perbaikan sistem modal
c. Perbaikan dalam manajemen
d. Perbaikan administrasi koperasi
e. Adanya auditing koperasi yang transparan.
a. Perbaikan mutu sumber daya manusia
b. Perbaikan sistem modal
c. Perbaikan dalam manajemen
d. Perbaikan administrasi koperasi
e. Adanya auditing koperasi yang transparan.
Dengan adanya
kesadaran anggota dalam kepemilikan koperasi dan kewajiban dalam mengembangkan
usahanya, koperasi dapat bertahan, bahkan maju dan berkembang, utamanya di era
seperti ini. Selain itu, diperlukan adanya pembinaan koperasi yang tidak kalah
pentingnya dan mempunyai peranan yang besar pula dalam pengembangan koperasi
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar