Cahaya matahari yang terik menyelimuti siang hari
ini di bulan Nopember, panas yang menyengat tubuh para pengunjung taman di depan
stadion teladan. Berbagai orang melakukan kegiatan masing – masing di tempat
itu.
Tetapi, ada seseorang lelaki yang sedang gundah
menantikan seseorang yang melekat di hatinya tetapi belum mengenal wajahnya, wanita
berselendang hijau.
Panggil saja ia “Fahmi”. Sudah tak terhitung lagi
berapa kali ia berdiri tegak dari tempat duduk nya dan kembali duduk lagi
sambil melihat kearah jam tangan. Sekarang Jam sudah menunjukkan pukul 1.
Penantian
hari ini berawal dari buku “La Tahzan” yang ia temukan di taman pada saat ia sedang
istirahat setelah lari sore di taman itu pada bulan Mei yang lalu. Buku itu tepat
dibawah pohon tempat ia duduk. Ia melihat – lihat kearah sekitar, apakah ada
yang sedang mencari buku ini. Tetapi tidak kelihatan ada yang sedang mencari
buku tersebut. Tak lama kemudian, tiba – tiba hujan pun turun membasahi bumi.
Tanpa berfikir panjang Fahmi pun segera lari untuk mencari tempat berteduh dan
kemudian pulang dengan membawa buku itu bersamanya.
Pada saat malam setelah isya, Fahmi teringat atas
buku yang ditemukannya tadi dan tertarik untuk melihatnya dan membacanya.
“sungguh buku yang bagus”, serunya didalam hati.
Tapi, rasa ingin tahunya terpancing saat melihat
coretan pena yang lembut dengan bahasa yang indah di lembar kedua sebelum sampul
buku bagian belakang. Coretan itu berisi
“
wahai saudariku…
Yang
indah dan baik hatinya
Janganlah
terfikir olehmu bahwa
derai
tudungku ini adalah tanda alimnya diriku..
aku
sama sepertimu, masih mencari segenap cahaya
untuk
menerangi perjalan hidupku,
karena
tudungku ini bukan hanya sekedar menutupi
Tetapi
juga melindungi serta mengingatkan diri
ini..
Menjaga
setiap perbuatan sikapku dalam menjaga nama
Baik
diriku dan agama ku…
Karena
wanita adalah perhiasan dunia,
Yang
keindahannya patut dijaga”
“Subhanallah,
indah sekali kata – kata ini, andai ku bisa mengenal lansung siapa pemiliknya”
Dan iapun
tersenyum senang ketika melihat ada alamat e-mail pemiliknya didalam buku
tersebut. Fahmi pun bergegas untuk segera mengirimkan pesan ke alamat e-mail
tersebut. Beberapa hari kemudian pesan e – mail tersebut dibalas oleh pemilik
buku tersebut. Dan disitulah mulai kedekatan antara kedua insan tersebut.
Ternyata pemilik buku tersebut bernama “Nisrina Zahirah”.
“Sungguh nama
yang indah, bolehkah saya mengetahui apa arti dari namamu yang indah itu rina?”,
Tanya Fahmi penasaran.
“Nisrina Zahirah
diambil dari bahasa arab yang berarti “Mawar putih yang bersinar”. Orang tuaku
berharap dengan memberikan nama itu kepadaku, aku bisa menjadi wanita seindah
mawar putih yang harum serta cahayanya yang indah bisa menjaga dan menerangi
hidupku dari kegelapan dunia”, jawab wanita itu dalam pesan e –mail.
“subhanallah,
semoga Allah SWT mengabulkan doa kedua orang tuamu yang tersimpan dibalik
namamu yang indah itu, amin…” kata Fahmi.
“amin,
Insyaallah…”, balas gadis itu.
Mereka terus saling berbalas e – mail
dalam beberapa bulan, setiap kata – kata dari pembahasan mereka bagaikan bibit
tunas cinta yang tumbuh subur dihati kedua insan tersebut.
Dan mereka pun
seakan menjalin cinta melalui kata – kata yang tertulis melalui pesan e – mail.
Fahmi sudah
berkali – kali meminta agar mereka saling bertukar foto, tetapi Rina selalu
menolak.
“jika memang
kamu mencintaiku dengan tulus, apapun rupaku sekarang itu tidak akan mempengaruhimu,
Fahmi. Aku hanya khawatir, saat engkau mengetahui rupaku dan memandang bahwa
wajahku ini cantik, aku takut bahwa kau mencintaiku karena kecantikanku dan
akan melepaskanku setelah kecantikanku memudar. Seperti seseorang yang memetik
mawar cinta, lalu bunga tersebut dihempaskan setelah keharumannya hilang. Atau
ketika kau memandang wajahku ini cenderung tidak cantik, aku takut engkau akan
menjauhiku dan menganggapku sebagai mawar berduri yang sangat tajam yang
sebentar lagi akan engkau musnahkan. Jadi, sebaiknya engkau tidak mengetahui
bagaimana rupaku yg sesungguhnya”. Cetus Rina.
“tapi aku ingin
sekali bertemu denganmu, bercengkrama langsung dengan mu, rina.” Jawab Fahmi.
“baiklah, jika
itu keinginan terbesarmu maka aku penuhi bahwa kita akan bertemu langsung.
Temui aku di taman tepat di depan stadion teladan pada hari minggu ini pukul 1
siang. Pada saat kita bertemu di hari itu, kita bebas menentukan apa yang kita putuskan
untuk hubungan kita ini”. Kata wanita itu.
“Terimakasih,
karena sudah memenuhi permintaanku untuk bertatap muka secara langsung
denganmu. Dan aku pun sudah tidak sabar lagi untuk bertemu denganmu, wahai sang
indah ku”. Seru Fahmi membalas pesan.
“aku pun sudah
tak sabar menantikan hari itu, wahai pangeran hatiku”. Jawab Rina.
“tapi bagaimana
aku mengetahui bahwa itu adalah kamu wahai rina?”. Tanya Fahmi.
“kamu akan
mengenaliku, karena aku akan mengenakan selendang berwarna hijau saat bertemu
denganmu. Seperti kau ketahui, warna hijau adalah warna kesukaan ku karena
menurutku itu adalah lambang kehidupan alam”. Jawab Rina.
“baiklah, kan
kutunggu dirimu wahai wanita berselendang hijau. Dan kau juga akan mengenaliku
juga karena aku akan memakai kemeja orange tua yang kau ketahui adalah warna
kesukaanku”.
Dan hari ini
adalah hari dimana mereka bertemu, jam sudah menunjukan pukul 1 lewat 5 menit.
Fahmi semakin merasa gundah dan jantung nya berdebar saat melihat seorang gadis
berhijab putih lewat di depannya dengan wajah tersenyum indah sambil melihat
kearah Fahmi. Subhanallah, Fahmi berharap bahwa gadis itu adalah Rina yang
ingin ditemui nya sampai ia melupakan bahwa gadis itu tidak memakai selendang
berwarna hijau dan memandang kearah gadis itu sampai tak terlihat lagi. Tetapi
ketika ia menghadap lagi kearah semula, Fahmi melihat seorang wanita yang
berumur kurang lebih 35 tahun yang memakai selendang berwarna hijau yang seperti
akan menghampirinya.
“oh, itukah
rina”. Seru Fahmi dalam hati.
Wajahnya agak
keriput dan tubuhnya cenderung agak berisi. Pikiran Fahmi mendadak galau dan
harus menerima Rina apa adanya, karena rina lah yang selama ini menemaninya dan
selalu memberi pencerahan padanya saat ia merasa terpuruk dan lalai memahami
kehidupan.
Dan tanpa berpikir
panjang lagi siar pun bergegas menghampiri wanita itu dan berkata “Assalamualaikum,
nama saya Fahmi, kamu tentu saja Nona Rina kan. Saya sungguh senang sekali bisa
bertatap muka dengan kamu, maukah kamu menemani saya untuk makan siang?”.
Wanita itu
tersenyum dan ia pun menjawab “ maaf nak Fahmi, sebenarnya saya tidak tau apa
arti semua ini. Gadis berhijab putih yang baru saja lewat tadi adalah keponakan
saya dan meminta agar saya mengenakan selendang hijau ini. Dan ia juga berpesan
bahwa kamu akan mengajak saya untuk makan siang bersama. Sebenarnya Dia sedang
menguji mu, dan ia juga berpesan bahwa dia menunggu kamu di kafe tepat di ujung
taman ini dan membawa selendang ini bersama mu”.
Fahmi pun yang
tadinya dipenuhi dengan rasa gundah berubah menjadi Fahmi yang merasa senang bagaikan
baru mendapatkan kejutan. Dan iapun segera menuju ke kafe tersebut setelah
permisi dengan wanita itu dan membawa selendang hijau bersamanya. Sesampai di
kafe, ia menemukan Rina duduk dengan wajah tersenyum sambil melambaikan tangan,
tanda bahwa ia memanggil Fahmi untuk menghampirinya. Fahmi pun menghampirinya
lalu duduk tanpa menggalihkan pandangannya menghadap ke Rina.
“Terimakasih Fahmi,
karena sudah membuktikan janjimu kepadaku dan membuat gadis yang dihadapanmu
ini menjadi wanita yang paling bahagia”. Seru rina dengan nada suara yang lembut.
“Aku juga
bersyukur kepada Allah karena sudah menghadiahkan dirimu di dalam hidupku, dan
hati ini seakan ingin menjaga mu, menghormati sikapmu dan membuat hatimu
senantiasa damai dalam menghadapi dunia yang penuh dengan suka cita ini.
Uhibbuki, Rina”. Jawab Fahmi dengan Suara halus tapi dengan tatapan yang
serius.
Disitulah awal kehidupan
cinta mereka yang akhirnya menjadi lebih subur dan berbuah menjadi cinta sejati
yang terikat oleh ikatan suci. Dan menjadikan selendang hijau tersebut sebagai kenangan
dari kisah cinta mereka. Kisah cinta
yang istimewa.
Yang Insyaallah
akan membawa mereka sampai munuju Surga Cinta yang di karuniai Allah SWT.
TAMAT